Wednesday, February 09, 2011

sebatas berita

beberapa saat lalu berkesempatan menonton acara televisi yang mengambil topik 'seks bebas di kalangan remaja'. bentuk acaranya berupa talkshow dengan sisipan 'tips'/ilmu dari pakar...waktu itu yang dihadirkan adalah pakar psikologi yang mendalami masalah seks.
Dari acara tersebut sang pakar menyayangkan bahwa kasus seks ini belum dianggap sebagai sesuatu yang serius sehingga menjadi sekedar berita saja, padahal menurutnya hal ini bisa mengancam bangsa, menimbulkan kehancuran jika dibiarkan saja.
Banyak hal yang bisa mengancam bangsa, menimbulkan kehancurannya dan saat ini, dibangsa ini sedang dipupuk hal-hal tersebut.
Sumber dasar yang menurutku tidak dilihat adalah penggunaan akal sehat...tidak ada lagi yang mempromosikan hal ini. Semua sibuk bergulat dengan masalah-masalah teknisnya. Seks, kekerasan, korupsi, semua masalah teknis....tapi semua juga berlomba-lomba membuat ajang mencegah hal-hal tersebut, lewat kantin kejujuran, UU pornografi, dst...tapi kalau yang kita sumbat adalah hal-hal tersebut yang ibarat ranting atau dahan sebuah pohon, maka ia akan menumbuhkan ranting baru, dahan baru dan masalah baru lagi, sedangkan akarnya tidak diapa-apakah...ranting yang busuk akan tetap ada kecuali diberi pupuk pada akarnya mungkin...
Nah, kalau selama ini penggunaan akal justru 'dimatikan' bagaimana mungkin semua masalah 'masyarakat' itu akan hilang ?
Apa ada promosi akal untuk penggunaan di sekolah ? yang ada hanya untuk menggunakan fungsi memori dan cara cepat, instant untuk membangun karakter...errr...emang bisa ?
Praktek keagamaan ? err...ritual yang di'elu-elu'kan itu sama sekali tidak merangsang akal bekerja, why, how, what, semua dilewatkan...dianggap sudah default jadi gak perlu tanya-tanya, gak guna...cinta tidak akan tumbuh dari rasa takut, man! akhirnya ritual tidak akan menumbuhkan apa-apa kecuali robotic behavior
building character program....how can it be kalau satu sama lain tidak berkomitmen enough untuk saling mendukung dan sabar enough untuk mengetahui bahwa proses itu terjadi tidak dengan sulap?
Dengan berbagai acara televisi yang ada sekarang, bagaimana mungkin akal sehat bisa terlatih ?
Acara debat di televisi, bukan untuk mencari solusi, hanya untuk show time...
Acara diskusi di televisi, tidak menghadirkan kesimpulan apa-apa, bahkan terkadang pembawa acaranya tidak menguasai materi maupun tokoh yang diajak diskusi...
acara lain di televisi...hmmm....
sebatas berita...tak lebih

Tuesday, February 08, 2011

soal pengasuhan anak

beberapa hari yang lalu di televisi rame lagi soal 'ricuh' dua artis yang sudah divorce.
sebut saja si A dan B, yang lagi meributkan 'pengasuhan' anak-anak mereka yang diistilahkan referendum.
si B mengungkapkan 'kesal'nya karena merasa anak-anak 'diharuskan' untuk memilih A, padahal sebagai anak tentu ingin bersama A dan B, tidak harus memilih.
Ricuh ini jadi lebay karena narasi televisi yang ikut buat cerita sendiri...yang,astaganya, karena 'ingin' berimbang-atau biar rame- lalu mewawancarai A dan B, tapi buat kesimpulan sendiri dengan narasinya itu.
Lucunya, semua acara yang memuat peristiwa ini memiliki kesamaan persepsi cara melihat kasus tersebut.
BUatku justru cara yang digunakan A adalah salah satu cara, yang menurut teori, tepat dalam mengasuh anak. ia mengajarkan konsistensi, satu pedoman yang perlu diikuti anak. Bayangkan jika seorang anak dari keluarga bercerai boleh dengan bebas ke ayah dan ibunya. Darimana ia akan belajar nilai kehidupan yang ingin ditanamkan oleh orangtua. karena:
1. dengan A dan B yang bercerai sudah tentu tidak sepaham dalam berbagai hal, mungkin termasuk pengasuhan anak, bagaimana mungkin si anak akan bisa tumbuh menjadi pribadi yang 'tunggal' jika setiap kali ia berada di rumah ayah ia belajar cara A tapi dinegasikan di rumah ibu? untuk anak remaja pula
2. dengan perbedaan pandang itu, bagaimana mungkin anak bisa belajar konsekuensi perilaku jika dengan mudah setiap kali ia konflik kepentingan dengan A, maka ia akan ke B untuk dapat apa yang diinginkan anak dan sebaliknya ? Bagaimana ia belajar apa yang penting ?
Mendengar hasil wawancaranya, aku melihat tidak cermatnya sang wartawan mengambil inti berita, atau memang justru cermat sekali karena yang diperhatikan adalah sisi 'ribut/kontroversi'nya ? toh si tokoh sudah bilang kalau ia ingin mendidik anaknya tidak plin-plan, maka cara yang diambil pun yang ia sudah katakan...betul, kalau anak sudah memilih, maka ia bertanggungjawab untuk menjalankan konsekuensi pilihan tersebut....apapun pilihannya...
tapi mungkin caranya kurang komunikatif ya...
entah, tapi aku merasa gak nyaman dengan pembelokan berita...
ini baru kasus rumahtangga...
kasus lain yang lebih besar kalau dibelok-belokkan gimana jadinya...
sedih