Saturday, April 29, 2006

Kepercayaan diri

“Gimana kalau ibu-ibu saja yang mengurusi masalah ini?”

kalimat tersebut timbul dari seorang guru yang merasa tidak sanggup menangani salah satu siswinya. Guru tersebut merasa siswinya ini memandang rendah terhadap dirinya, bahkan tidak mau menjawab telepon sang guru alias teleponnya dimatikan ketika mendengar suara sang guru.

Buatku, disatu sisi memang anak-anak sekarang seringkali saking kritis dan pinternya jadi ‘lupa’ untuk menghormati orangtua. Tapi disisi lain seringkali guru juga menunjukkan sikap yang ‘memfasilitasi’ siswa-siswi untuk bersikap tidak hormat.

Buatku, sebagai seorang guru, harusnya mengajarkan anak dari yang tidak tahu menjadi tahu...dari berbagai aspek perkembangannya, bukan hanya kognitif. Ajarkan juga bagaimana cara menghormati yang tua, bagaimana cara tidak menjadi sombong, bagaimana cara menyayangi sesama, bagaimana cara membantu sesama...

Tapi budaya yang berkembang sekarang adalah budaya instant....semua diinginkan serba cepat. Guru pun meminta saran, hukuman atau intervensi apa yang dapat cepat mengubah prilaku anak...which for me, gak ada...kalo ada, sekolah itu gak perlu ada lama...primary school itu gak perlu 6 tahun ! si anak pun mengharapkan guru cepat tanggap, cepat tahu, dst...

Dan yang menyedihkan lagi, tidak ada yang mau berusaha untuk menemukan titik tengah dan cenderung mengalihkan tugas tersebut ke orang lain yang bisa ditemukan...seperti orangtua, konselor, dst....

Buatku, yang ideal memang kalau kerjasama terjalin apik antara orang rumah, siswa dan orang sekolah. Tapi situasi saat ini tidak memungkinkan itu, seringkali saling lempar tanggungjawab, si guru memaklumkan diri karena orangtua sibuk bekerja, si orangtua menganggap karena mereka sibuk, maka gurulah yang harusnya mendidik anak mereka...

Vicious cycle yang gak ada gunanya kalo cuma setakat memberi informasi bahwa situasi tersebut vicious cyle dan gak ada yang mau melakukan sesuatu untuk ngerubahnya...

Jadi, buatlah yang terbaik sebatas kemampuan dan peranmu. Buat guru, jadilah guru yang terbaik that u can sebatas esistensi ke-guru-anmu, demikian juga orangtua...

Dan intinya, percayalah pada kemampuan diri sendiri...bagaimana anak/siswa/murid bisa me-rely-on diri mereka pada sang guru atau orangtua kalau kita sendiri tidak percaya pada kemampuan kita?

Percayalah bahwa Tuhan tidak pernah menciptakan suatu pertemuan sebagai kebetulan, pasti ada sesuatu yang dia percayakan pada kita sehingga menjadikan suatu pertemuan tersebut. Lagipula, kita kan hanya aktor penggerak dari lakon sang sutradara yg maha hebat itu ? lalu apa lagi alasan yang membuat kita jadi tidak percaya diri ?

Ayolah para guru, kalian bisa !!!

Thursday, April 20, 2006

playing god

kita itu mana duluan sih ?
seorang dokter, ekonom, pns, guru, psikolog, dst
atau
seorang mukmin?
kita itu apa sih ?
seorang mediator, khalifah
atau
tuhan?

Wednesday, April 19, 2006

tempat sampah

pernahkah engkau merasa
kalau dirimu tak lebih dari sekedar tempat sampah
bahwa dirimu dicari tak lebih hanya untuk membuang sampah
dan dilalui begitu saja
padahal hanya engkaulah yang mau menampung sampah tersebut,
tanpa pernah dapat memprotes bau-nya
bagaimana ya,
kalau sang tempat sampah tidak lagi mau menjadi tempat sampah ?

Sunday, April 16, 2006

nonton lagi

ah, rasa kangen sekali menuliskan tentang dorama2 jepang yang ku tonton. Beberapa minggu terakhir ini sempat menonton beberapa dorama: sekaii no chunsin (lupa tulisannya), last christmas, slow dance, dan H2. rata2 bercerita tentang perjuangan, perjuangan meraih cinta, mempertahankannya, meraih cita-cita dan memasrahkan cinta...

dari dorama pertama, diceritakan tentang flashback cinta masa lalu, tentang kehilangan orang-orang yang kamu cintai (death do us part)...grand idea-nya: life goes on, somehow, u just have to say goodbye to your love one, in order to continue this journey. And the goal of continuing living is in order to make a new life cycle, to make u grow, make u develop, to be a better person...and to remind u that there's greater power than wishes...its reality (hahaha, mudah2an diriku gak se sarkastik itu...keep on dreaming!)

dari dorama kedua: perjuangan mengisi kehidupan with meaningful activities, trying to change your view of the world (the surroundings) and be meaningful to others...untuk g, film ini sedikit banyak ngajarin mimpi, coz there's no such thing as a 'dream' guy like they portait in this movie...but i like the end...not so typical...

dorama slow dance: how love doesnt care about age differences...hehehe, tipikal dorama jepang yang membuat g seneng. Bagaimana mereka menggambarkan kemungkinan-kemungkinan yang ada, termasuk pria muda yang berpasangan dengan wanita yang lebih tua. Maksudnya untuk memberi harapan kali ya, terhadap wanita-wanita seperti diriku...hihihi...(aneh ya, manusia dijanjikan berpasangan dari sang pemberi janji abadi, no 1, dan pasti ditepati, tapi butuh sesuatu buatan manusia untuk membangkitkan harapan itu...ah, astagfirullah)

dorama h2: tentang komiknya adachi misuru...kalo yang ini,saya mah kepengen tahu akhir kisahnya, jadi sama yang mana. tapi cerita heroik kayak gini kok ya gak ditiru ya di indo. mbok bikin kek, sinetron tentang perjalanan seorang anak yang bercita2 jadi pemain bulu tangkis...kok ya, lebih seneng berkiblat pada tema jahat-menjahati, kuburan, dendam...suedih...

ah, masih menanti deh, seseorang yang bisa diajak ngobrolin mendalam tentang hidup dng enak...tanpa harus nonton film...

ganbatte farchan !!!

Saturday, April 01, 2006

biasa aja deh

hmm...
prihatin nih
kenapa sih suka bilang pihak lain terlalu tinggi
tidak dengan maksud menyadarkan diri supaya gak sombong
tapi mudah2an tidak pula dengan maksud sebaliknya...
biasa-biasa saja
biasakan menggunakan titik di akhir kalimat, jangan pake koma....
hehehe