Saturday, November 25, 2006

Berpendidikan dan bersekolah

Aku merasa begitu tak terkendalinya banyak hal setelah era yang disebut orang sebagai reformasi. Yang jadi concern utamaku adalah bagian pendidikan anak. Bidang pendidikan seperti kehilangan pengemudi utama yang mengontrol dan menentukan arah tujuan, hendak dibawa kemana generasi ini. Kalaupun ada tujuan yang ditetapkan, sangat abstrak sekali tujuan tersebut sehingga diinterpretasikan berbeda-beda…

Buatku, mungkin anugrah yang kuasa akan semua perbedaan tersebut, tetapi seringkali yang aku lihat adalah kebablasan di sana-sini, semua merasa benar sendiri tanpa mau menerima kritikan dan mengubah beberapa kebijakannya sehingga yang terjadi carut marut, kacau balau.

Aku tidak mau ngobrolin orang lain, hanya ingin ‘membuang’ sedikit kepusinganku dalam bentuk tulisan ini dari pengalaman yang aku alami sendiri. Atas karunia Tuhan, aku diberi kesempatan untuk mengalami langsung berbagai variasi pendidikan (tapi mungkin aku baru mengalami seperenambelas-nya kali ya) yang ada di Jakarta dan Depok.

Satu hal yang jadi strategi marketing sekolahan sekarang adalah menjual “bilingual”, yang menurutku bukan lagi bilingual tapi jadi trilingual bahkan mungkin lebih. Karena selain inggris-indonesia (yang lebih menitik beratkan bahasa inggris), teman-temanku juga mendapat pendidikan bahasa arab atau mandarin…. Semakin banyak bahasa menurutku orangtua merasa anak mereka semakin hebat, walaupun para ayah-bunda mereka hanya dapat berbahasa Indonesia. What’s wrong with bahasa Indonesia ? we all live in what country? Most of Indonesian ppl speaking bahasa, aren’t we? Bukannya tujuan kita memasukkan anak ke sekolah salah satunya untuk beradaptasi? kalau mereka nantinya hendak hidup di indonesia? Bukannya bahasa indonesialah yang harus mereka kuasai terlebih dulu dibandingkan bahasa-bahasa yang lain ? okeh, jika someday teman-teman ini akan bersekolah di luar negeri, tapi bukannya tugas mereka untuk membangun bangsa? Sehingga nantinya mereka harus return to this country and build this country and all of that would be done in bahasa ? apakah standar kemajuan suatu bangsa dengan penguasaan bahasa inggris ? mandarin? Arab ? bukannya jepang sangat bangga dengan bahasanya? Dan mereka can build their country too right? Berarti masalah utamanya bukan di bahasa dong?

About character building….gimana bisa membangun karakter yang baik dari seorang anak kalau yang mengajarkannya, sang guru, belum memiliki karakter yang cukup baik ? bagaimana pula mengajarkan karakter yang baik dan kuat pada anak kalau orangtua merasa tidak percaya pada sang pendidik ? isu dasarnya yang saling percaya itu tidak ada… lalu bagaimana mengharapkan karakter yang kuat dan percaya diri tapi di sisi lain saling sayang dan mengasihi dari anak muncul kalau bawaannya curigaaaa terus, kompetisiiii terus, sisi akademis melulu….

Bagaimana bisa bhinneka tunggal ika? Kalau anak bermata besar tidak pernah dikenalkan dengan anak yang bermata sipit, kalau anak sehat tidak pernah berteman dengan anak yang sakit?

Ranah itu makin lama makin mirip film M. Night Syamalan, the village....hiii....aku serem ngebayangin akan jadi apa nantinya, the so called ”generasi penerus”....

Yang penting itu anak yang berpendidikan atau yang bersekolah ya ?

To educate children or to make children go to school?

Is it still children or they are robot now ?